Komisi I DPRD Batam Harapkan PT Taifu Development Agar Mengganti Rugi Lahan Milik Warga - Info Kepri -->
Trending News
Loading...

Komisi I DPRD Batam Harapkan PT Taifu Development Agar Mengganti Rugi Lahan Milik Warga



BATAM, Infokepri.com – Rahman selaku Kuasa hukum Johanis Jhoni Beni Larantuka mengkritik kinerja BP Batam lantaran memberikan ijin Hak Pengelolaan Lahan (HPL) kepada pengembang PT Taifu Development padahal ganti rugi lahan itu kepada kleinnya belum dilakukan.

“ Sesuai Kemendagri 43 tahun 1977 pasal 3 dijelaskan BP Batam sebelum memberikan HPL kepada pengembang harus memberikan ganti rugi terhadap bangunan, tanaman kepada warga yang tinggal di lahan itu,” kata Rahman saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPRD Kota Batam di ruang Komisi I DPRD Batam, Batam Centre, Kamis (19/12/2019).

RDPU itu dipimpin oleh Ketua Komisi l DPRD Kota Batam, Budi Mardiyanto dan dihadiri oleh Wakil Ketua  Harmidi Umar Husein, Jimmy S.M.Nababan ,SH,  Utusan Sarumaha SH, Tan A TIE, T Erikson Pasaribu , Safari Ramadhan,S.Pd l ,Siti Nurlaila,ST,MT serta pihak pengembang PT Taifu Development yakni Subandi, Steven, Tseng Telung.

Sementara dari pihak Johanis Jhoni Beni Larantuka yang akrab disapa Jimmy yang hadir dalam RDP itu selain Rahman juga dihadiri Abdul Yusuf , Edward  serta keluarganya.

Lebih lanjut Rahman menjelaskan bahwa kleinnya yang membuka lahan itu dari hutan belantara menjadi lahan pertanian dan sudah puluhan tahun tinggal di lahan itu. Bahkan ke empat anaknya lahir saat tinggal di lahan itu. 

Namun pihak  PT Taifu Development hingga saat ini tidak bersedia membayar ganti rugi kepada kleinnya, padahal pihak pengembang telah membangun perumahan mewah di lahan itu yang diberi nama Perumahan Pallazzo Garden.

“ Dilahan itu ada kuburan anak pak Jimmy namun saat ini tidak diketahui dimana letaknya,” katanya.

Beliau menyebutkan lahan kleinnya yang belum diganti rugi seluas 5 hektar, dan diperhitungkan 1 hektar dibangun 80 unit rumah mewah dengan harga sekitar Rp 1,2 milyar.
“ Kami hanya meminta ganti rugi sebesar Rp 1 milyar,- untuk  1 hektar saja,” katanya.

Beliau menyebutkan ganti rugi lahan itu sudah direkomendasikan oleh  Komisi I DPRD Kota Batam pada tahun 2005 lalu namun hingga saat ini pihak PT Taifu Development tidak merealiasikannnya.

Selain itu,kata Rahman, dalam Ijin Prinsip (IP) dijelaskan apabila dilahan itu ada bangunan dan kebun serta tanaman milik warga pihak pengembang harus mengganti rugi terlebih dahulu.

Menyikapi hal itu Subandi mengatakan bahwa perusahaan mereka mendapat lahan itu dari BP Batam dengan kondisi lahan tersebut sudah matang. Ia mengaku persoalan ini baru diketahuinya dan sebelumnya ditangani oleh pengurus perusahaan yang lama yang saat ini sudah meninggal dunia.

Beliau menyebutkan lahan itu mereka dapat dari BP Batam tahun 2005 lalu dan dibangun tahun 2009 lalu. Ia mengaku tidak mengetahui permasalahannya, namun pihaknya telah mematuhi seluruh peraturan yang ada.

“ Kami terkejut kok tiba-tiba saja kedatangan tamu untuk minta ganti rugi, yang kami tahu sebagai developer kami telah membayar pajak,” katanya.

Direktur Utama PT Taifu Development Tseng Telung  warga negara Thailand yang diterjemahkan oleh Subandi stafnya mengatakan mengapa baru saat ini lahan tersebut diusik kenapa tidak dari awal saat perumahan itu mulai dibangun. Ia menyebutkan pihaknya siap menyelesaikan masalah ini di Pengadilan.

J. Sialagan selaku staf kantor bagian lahan BP Batam mengatakan sebelum dialokasikan lahan itu ke pihak PT Taifu Development  tahun 1994 lalu pihak BP Batam yang dulunya bernama Otorita Batam telah mengganti rugi kepada warga yang tinggal dan berkebun di lahan itu. Namun seorang warga yakni   Jhony B L yang tidak bersedia menerima ganti rugi yang diberikan oleh BP Batam.

Ia menyebutkan nilai ganti rugi itu tahun 1994 lalu sekitar Rp 7 juta,- dan uang itu hingga saat ini masih ada di BP Batam.

Menyikapi hal itu, Abdul Yusuf keluarga nilai uang Rp 7 juta tahun 1994 lalu untuk saat ini nilainya tidak sama. Pihak BP Batam harusnya memfasilitasi agar pihak PT Taifu Development  bersedia menyelesaikan ganti rugi atas lahan itu.

Lantaran ganti rugi itu, katanya, sudah menjadi kewajiban pihak pengembang dan sebelum ganti rugi itu dilakukan sesuai aturan yang berlaku  pihak BP Batam tidak bisa memberikan ijin HPL kepada pengembang.
 
Mendengar penjelasan itu, Subandi bersama J Sialagan langsung membuat kesepakatan akan melakukan perundingan dalam waktu dekat ini.

“ Ijin pimpinan kami akan melakukan rapat dengan pihak BP Batam dalam waktu dekat ini untuk membahas ganti rugi lahan tersebut,” kata Subandi.

Ketua Komisi I DPRD Batam, Budi Mardiyanto mengharapkan agar pihak PT Taifu Development  agar membayar ganti rugi kepada pihak Jhoni lantaran ganti rugi itu sudah direkomendasikan oleh anggota Komisi I DPRD Batam tahun 2005 lalu.

“ Saya harapkan  pihak pengembang melakukan musyawarah dengan warga terkait ganti rugu lahan tersebut,” katanya.

Beliau juga menyebutkan akan mengajukan surat kepada Pimpinan DPRD Kota Batam agar untuk sementara aktifitas di lahan itu dihentikan sampai ada kesepakatan ganti rugi dengan pihak warga dan akan mengagendakan kembali RDPU di awal bulan Januari 2020 mendatang.
(Pay)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel