Kepala Desa Kelanga Bantah Ada Warganya Minta Dibukakan Jalan di Kawasan Hutan Produksi Menuju Kebun Masyarakat - Info Kepri -->
Trending News
Loading...

Kepala Desa Kelanga Bantah Ada Warganya Minta Dibukakan Jalan di Kawasan Hutan Produksi Menuju Kebun Masyarakat

Kepala Desa Kelanga Bantah Ada Warganya Minta Dibukakan Jalan di Kawasan Hutan Produksi Menuju Kebun Masyarakat
Satu Unit Kobelco Milik AT Saat Melakukan Pembuatan Jalan. (Fhoto : Bernard Simatupang).


NATUNA, Infokepri.com - Satu unit alat berat Excavator Merk KOBELCO Yutani SK 07,  tampak sedang beroperasi dan diduga melakukan perambahan hutan di kawasan hutan berstatus Hutan Produksi di wilayah Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna.

Hal tersebut jelas jelas telah melanggar UU Nomor  41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan ( P3H) dengan ancaman sanksi pidana maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 2,5 milliar,-  

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2013 tersebut dijelaskan bahwa perbuatan yang dikategorikan  sebagai pengrusakan  hutan tertuang pada pasal 12,14,15,17,19, & 28 dimana salah satunya yaitu melakukan aktifitas perambahan liar tanpa mengantongi izin yang sah.

Dalam melancarkan aksinya, para pelaku perambah liar pun tidak segan-segan mengerahkan alat berat berupa excavator untuk memuluskan aksinya.

Menurut keterangan para warga desa, alat berat tersebut merupakan milik salah seorang pengusaha berinisial AT, yang  berdomisili di Ranai, dimana yang bersangkutan memiliki lahan seluas 40 hektare di kawasan tersebut.

Saat dijumpai di lapangan beberapa waktu lalu, operator alat berat tersebut mengakui jika alat tersebut benar milik AT dan mereka diperintahkan untuk membuat blok jalan melingkar di lokasi AT yang luasnya 40 hektare tersebut.

AT sendiri saat dijumpai beberapa media pada waktu yang lalu membenarkan jika lahan seluas 40 hektare tersebut merupakan miliknya dan dibeli dari salah satu mantan Kepala Desa yang ada di Kecamatan Bunguran Timur Laut.

"Tanahnya kita beli dari mantan kades, coba dicek sendiri dengan mantan pak Kades " ujar AT.

Namun ketika ditanya mengenai alat berat yang dikerahkan untuk merambah Kawasan Hutan Produksi (KHP) tersebut, dirinya mengklaim bahwa hal tersebut karena adanya permintaan dari warga setempat untuk membuka jalan menuju kebun masyarakat.

"Masyarakat yang meminta kita untuk buat jalan, jadi kita buatkan jalan untuk ke kebun masyarakat. " imbuhnya.

Dirinya pun menklaim bahwa memiliki bukti tertulis dari pihak desa bahwa aktifitas pembukaan hutan produksi menggunakan excavator tersebut sudah disetujui masyarakat Desa Kelanga.

Sementara itu Kepala Desa Kelanga, Asmuri kaget terkait hal itu. Dirinya mengaku tidak tahu menahu jika ada yang memperjual belikan kawasan hutan produksi di wilayahnya. Terlebih sampai berani melakukan perambahan hutan menggunakan alat berat di lokasi tersebut.

Asmuri berencana memanggil pengusaha AT tersebut untuk dimintai keterangan terkait aktivitas ilegal yang telah di lakukan di kawasan hutan produksi tersebut.

"Sampai saat ini yang  bersangkutan tidak pernah meminta izin apalagi sampai memasukkan alat berat ke lokasi. Saya malah kaget karena baru ini tahu," terang Asmuri.

Sementara terkait surat permintaan pembukaan jalan oleh masyarakat kepada AT, hal tersebut diakui nya tidak pernah ada dan pihak desa tidak pernah mengeluarkan surat serupa.

"Saya sendiri tidak pernah ketemu dengan AT, apalagi dirinya mengaku memiliki surat dari desa untuk izin membuka jalan di wilayah hutan produksi di kawasan Desa Kelanga, terang Asmuri, Rabu (10/11/2021).

Selain itu, pihak Desa Kelanga juga mencurigai keabsahan surat kepemilikan tanah yang dimiliki AT. Pasalnya kawasan seluas 40 hektare tersebut jelas-jelas merupakan kawasan Hutan Produksi, sehingga tidak dibenarkan untuk diperjual belikan.

"Terlebih lagi kawasan tersebut dekat dengan lokasi akan dibangun Embung Desa Kelanga, dimana Hutan Produksi yang berada di sekitar kawasan Embung nantinya akan di gunakan sebagai wilayah resapan air,” lanjut Asmuri.

Dengan demikian aksi perambahan ini sudah sepatutnya mendapat perhatian dari pihak berwenang, terutama dari pihak kehutanan dan Aparat Penegak Hukum (APH). (Nard).

 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel