Rokok H Mild dan Lufman Ilegal Marak Diperjualbelikan, LIRA Batam Desak Menteri Keuangan Ganti Kepala BC Batam
![]() |
| Rokok H Mild dan Lufman tanpa dilabeli pita cukai (Foto : Ist/Infokepri.com) |
BATAM, Infokepri.com – Walau Bea Cukai Batam gencar melakukan razia dengan melaksanakan program Gempur Rokok Ilegal namun rokok tanpa dilabel pita cukai tetap bebas diperjual belikan di Batam
Rokok illegal yang paling banyak diperjualbelikan di Batam adalah rokok dengan merk H Mild dan Luffman.
Kedua rokok ini paling laris, rokok H Mild biasa berisi 16 batang harganya Rp 10 ribu per bungkus. Sedangkan rokok H Mild jumbo dijual dengan harga 12 ribu perbungkus.
Di seputaran Kecamatan Batu Aji dan Sagulung, kedua merk rokok ini sangat banyak diperjual belikan baik warung kecil maupun grosir yang berjualan di rumah toko (Ruko). Seperti di Pasar Sagulung, Aviari dan SP Plaza.
Para pedagang di pasar tersebut tidak segan-segan memajang kedua merek rokok tersebut walaupun rokok yang dipajangnya itu tidak dilabeli pita cukai.
Memang ada sebagian pedagang yang sangat hati-hati menjualnya, ketika ada orang menanya rokok merk tersebut, pedagang itu terlebih dahulu memperhatikan pembelinya.
Maraknya rokok H Mild dan Lufman tanpa dilabeli pita cukai tersebut, membuktikan program Gempur Rokok Ilegal yang dijalankan oleh Bea Cukai Batam tidak berhasil.
Padahal, aturan mengenai larangan penjualan rokok tanpa pita cukai sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, pada Pasal 54 dan Pasal 56, menegaskan bahwa peredaran rokok ilegal dapat dikenakan sanksi pidana satu hingga lima tahun dan/atau denda hingga sepuluh kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayarkan.
Rokok H Mild dikabarkan diproduksi oleh PT Fantastik Internasional, tetapi belum diketahui apakah maraknya rokok H Mild tanpa dilabeli pita cukai tersebut diproduksi oleh perusahaan tersebut atau ada pihak lain yang memproduksinya.
Salah seorang warga Batam berinisial P mengatakan pemasok rokok H Mild yang tidak dilabeli pita cukai adalah Zainal B.
Aparat penegak hukum (APH) harus segera bertindak untuk menangkap pelaku yang memasarkan rokok H Mild dan Lufman yang tanpa dilabeli pita cukai.
Wali Kota Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Batam, Herry Sembiring dalam keterangannya yang disampaikan kepada sejumlah awak media belum lama ini mengatakan pihaknya menyoroti maraknya aktivitas penyelundupan berbagai komoditas barang keluar Batam.
![]() |
| Wali Kota Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Batam, Herry Sembiring (Foto : Ist/Infokepri.com) |
Ia mendesak Menteri Keuangan RI untuk mengganti Kepala Kantor Bea dan Cukai (BC) Batam jika dianggap tidak mampu menanggulangi kasus penyelundupan yang terus terjadi, baik melalui pelabuhan tikus maupun pelabuhan resmi.
“Jika Kepala BC Batam tidak sanggup mengatasi maraknya penyelundupan, maka Menteri Keuangan harus segera menggantinya. Batam adalah daerah perbatasan yang rawan, jadi tidak boleh dibiarkan,” tegas Herry Sembiring.
Menurut Herry, selain rokok illegal berbagai jenis barang kerap diselundupkan keluar Batam, mulai dari ballpress atau pakaian bekas, furnitur seken, minuman beralkohol, sembako terutama beras.
Ia menilai aparat kerap hanya menangkap pemain kecil, sementara aktor besar di balik bisnis ilegal itu justru lolos dari jerat hukum.
“Kami mendesak agar Bea Cukai tidak hanya menindak pelaku kecil. Bongkar dan ungkap pemain besar yang sesungguhnya mengendalikan penyelundupan dari Batam. Kami yakin pihak BC tahu siapa di balik semua ini,” katanya.
Selain itu, LIRA Batam juga meminta pengetatan pengawasan di seluruh pelabuhan resmi maupun pelabuhan tikus, yang selama ini kerap menjadi jalur favorit penyelundupan lintas negara.
Herry juga menyoroti “jalur hijau” yang dinilai menjadi celah penyelundupan karena memungkinkan barang keluar dari Batam tanpa pemeriksaan mendalam.
“Stop jalur hijau! Karena ini salah satu pintu aktivitas penyelundupan. Jalur itu membuat barang keluar tanpa diperiksa, dan itu sangat berisiko bagi pengawasan,” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan Menteri Keuangan Purbaya yang memberi perhatian khusus terhadap praktik penyelundupan seharusnya dijalankan secara tegas di wilayah Batam.
“Batam adalah beranda depan Indonesia. Kalau penyelundupan terus terjadi, maka citra daerah dan kedaulatan ekonomi kita ikut tercoreng,” tutupnya. (Pay)



