DPP KNPI Gugat PT Agro Wiratama dan PT Mutiara Agam Sebesar Rp 288 Milyar - Info Kepri -->
Trending News
Loading...

DPP KNPI Gugat PT Agro Wiratama dan PT Mutiara Agam Sebesar Rp 288 Milyar

DPP KNPI Gugat PT Agro Wiratama dan PT Mutiara Agam Sebesar Rp 288 Milyar


PASAMAN BARAT, Infokepri.com - Masyarakat Muara Kiawai di 4 Datuk tanah ulayat saat ini sedang menghadapi persoalan tanah ulayat dengan pihak perusahaan PT. Agro Wiratama. Jum'at (12/03/2021).

Salah satu tim advokat yang ditunjuk DPP KNPI Pimpinan Haris Pertama, SH untuk  masyarakat Muara Kiawai mengatakan bahwa kami dari advokat masyarakat Muara Kiawai dari dewan pengurus KNPI Pusat akan membela 4 masyarakat pemilik tanah Ulayat yang ada di Muara Kiawai yang dijadikan tersangka pertanggal 10 Maret yang sudah menjadi tahanan Polres namun atas demonstrasi yang dilakukan diatas perkebunan kelapa sawit PT. Agro Wiratama ditanah Ulayat masyarakat adat itu sendiri.

Jubir SH salah seorang Tim hukum advokasi yang ditunjuk oleh DPP KNPI untuk membela  masyarakat Muara Kiawai dalam menghadapi persoalan ini kepada awak media mengatakan  kalau tim mereka  pertanggal 8 Maret 2021 telah mendaftarkan gugatan perdata untuk melawan dua raksasa perkebunan kelapa sawit yaitu PT. Agro Wiratama (Musim Mas Group) dan Provident Agro, TBK yang merupakan perusahaan raksasa dengan Sarata Group.

Jubir SH  kepada awak media mengatakan kalau gugatan mereka sebesar Rp 288 milyar kepada pihak perkebunan PT. Agro Wiratama (Musimmas Group) dan PT. Mutiara Agam (Provident Agro Group).

“ Gugatan kami sudah didaftarkan pada tanggal 08 Maret 2021 dengan nomor perkara 7/Pdt.G/2021/PN PSB,” katanya. 

"Saat ini kami sedang menunggu panggilan resmi dari jurusita Pengadilan Negeri Pasaman Barat untuk sidang pertama" tambahnya.

Ia menambahkan bahwa gugatan yang mereka ajukan dengan nilai Rp 288 milyar ini merupakan hak hak dari 4 Datuk yaitu Datuk Satu, Datuk  Batuah, Datuk Malenggang dan Datuk Bonsu yang ada dikenagarian Muara Kiawai kabupaten Pasbar.

"Tuntutan dengan nilai Rp 288 milyar ini merupakan penggunaan tanah Ulayat mereka oleh pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit yang digunakan pihak perkebunan mulai dari tahun 1991 dengan luas area 320 hektar namun dokumen dokumen yang digunakan selama ini bisa dikatakan cacat hukum dan masyarakat muara kiawai di 4 Datuk tidak pernah mendapatkan hak mereka yaitu kebun plasma dengan luas dari 10 % gugatan lainnya yaitu pihak perusahaan juga harus mengembalikan tanah Ulayat kemasyarakat 4 Datuk yang ada di muara kiawai" ujarnya

Ia mengatakan pemerintah Pasaman Barat sebagai pemberi izin usaha perkebunan (IUP) juga turut digugat sebagai tergugat III dimana pihak pemerintah sebagai pemberi izin tidak melakukan fungsi kontrolnya sehingga pihak PT. Agro Wiratama (musim mas group) begitu leluasa melakukan aktivitas perkebunan tanpa adanya izin IUP dan HGU. 

Sementara itu, Medya Risca Lubis, SH, MH selaku Ketua Bidang Hukum DPP KNPI pimpinan Haris Pertama, SH mengatakan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Agro Wiratama telah melakukan aktivitas perkebunan di tanah Ulayat tanpa adanya hak tanah yang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan sesuai dengan diktum keenam pada IUP nya itu sendiri dengan secara tegas mengatakan IUP akan batal dengan sendirinya bila tidak mengurus izin atas tanah (HGU) paling lama satu tahun sejak tanggal IUP diterbitkan dan konsinderan bagian memperhatikan pada IUP bernomor 188.45/308/BUP-PASBAR/2011. Yang terbit pada tanggal 19 Mei 2011 tersebut menggunakan Izin Lokasi yang sudah mati ditahun 2004 artinya izinnya itu sudah 7 tahun mati dan bagaimana bisa dokumen yang sudah kadaluwarsa menjadi acuan suatu produk hukum untuk beroperasi perkebunan kelapa sawit.

Perusahaan PT. Mutiara Agam (Provident Agro TBK group) sejak tahun 1991 sudah mengikat diri untuk bekerjasama dengan pemilik tanah Ulayat di 4 Datuk dimuara kiawai untuk mendirikan suatu perkebunan kelapa sawit dengan syaratnya ada dua yaitu 

  1. Pelepasan hak atas tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Kewajiban pihak perusahaan mengelola kebun plasma untuk pemilik tanah Ulayat seluas 10 % dari kebun inti. 

"Dengan adanya dua syarat tersebut, pihak perusahaan perkebunan bukannya mendirikan kebun plasma yang sesuai kesepakatan yakni 10% dari luas kebun inti dan urus HGU sesuai dengan kesepakatan tetapi pihak PT. Mutiara Agam (Provident Agro TBK group) ditanggal 30 Maret 1994 tanpa hak atas tanah HGU menjual tanah Ulayat seluas 3100 hektar kepiahk perkebunan kelapa sawit PT. Agro Wiratama (Musimmas Group) Dengan nilai jual Rp. 2.084.580.000,- (dua miliar delapan puluh ribu empat juta lima delapan puluh ribu rupiah), dimana 700 hektarnya telah ditanami perkebunan kelapa sawit" ujarnya salah satu advokasi kepada awak media

Salah satu advokat yang namanya enggan untuk disebutkan mengatakan kepada awak media bahwasannya disaat Perjanjian Jual Beli nomor 01/MA.AWR/III/1994 tertulis bahwa PT Mutiara Agam sebagai pemilik tanah dan menjualnya kepada PT Agrowiratama.

Jubir, SH (advokat) anggota Tim Hukum menambahkan yang mendaftarkan gugatan mengatakan kepada awak media bahwa jual beli tanah yang bukan miliknya tersebut sangat patut diduga merupakan tindak pidana sesuai KUHP Pasal 385.

 “Tidak pernah ada perusahaan yang dapat menjual-belikan tanah ulayat milik masyarakat adat di tanah Minang. Siliah Jariah untuk perkebunan, itu selalu dalam konteks uang sewa manfaat atas tanah milik masyarakat adat yang ditanami kelapa sawit untuk satu kali tanam. Perusahaan bisa jual beli HGU, ya…. itu bisa…tapi tanah ulayat tanpa HGU? Itu perampasan hak dasar manusia menurut pandangan hukum kami!  Kami segera melaporkan hal ini juga kepada Komnas  HAM !” tegas Jubir.

Salah satu tim advokat DPP KNPI mengatakan kepada awak media kalau terjadi pelanggaran perkebunan menggunakan hutan lindung maka perusahaan tersebut harus diberi SP3 oleh pemerintah.

Ia juga menambahkan bahwa DPP KNPI juga akan bersurat untuk meminta agar Direktorat Jenderal Pajak segera memeriksa hasil panen yang dinikmati PT. Agro Wiratama ( Musim Mas Group) sejak 25 tahun terakhir dari kebun kelapa sawit yang berlokasi di Hutan Lindung di Muara Kiawai dengan luas area lebih kurang 70 hektar (hasil telusur UPTD KPHL Pasaman Raya). 

"Perusahaan perkebunan  sawit yang berada di Hutan Lindung itu telah dipanen kira-kira sejak tahun 1995, sesuai kesaksian pekerja senior di perkebunan itu sampaikan kepada Tim Kuasa Hukum" ujarnya tim advokasi DPP KNPI kepada awak media.

“Klien kami telah melaporkan perkara hasil panen dari hutan lindung ini ke Polda Sumatera Barat tanggal 8 September 2020 karena laporan tentang hutan lindung yang dilaporkan di bulan Agustus 2020 mandeg di Polres Pasaman Barat" ujarnya.

Ia menambahkan bahwa untuk menjadi catatan publik dan Pemerintah, salah satu alasan penutupan jalan milik masyarakat adat yang membuat mereka ada di penjara saat ini adalah tentang pelanggaran Hutan Lindung dan sudah nyata memang benar ada Perkebunan dan panen di area Hutan Lindung selama 25 tahun. Tapi ya gitu, Polda Sumbar memberhentikan penyelidikannya (SP3 No S.Tap/01,a/II/RES.5.5/2021/Ditreskrimsus tanggal 2 Februari 2021) dengan alasan tidak ada niat jahat yang ditemukan atas pelanggaran tersebut. 

"Kalau tidak ada MENS REA, ya uang hasil panennya dikembalikan ke negara, dong? Itu total sekitar Rp 30 miliar boss harga buah sawit sekarang! Logikanya kalau tidak ada niat jahat kan seperti itu. Dikembalikan ke negara hasil panen dari Hutan Lindung tersebut!” tegas Jubir yang juga Ketua Bidang Pertanahan di DPP KNPI kepada awak media.

Tim advokasi DPP KNPI mengatakan kepada awak media bahwasanya pemilik tanah Ulayat sekarang sudah ditahan Polres Pasaman Barat.

Ia menambahkan kalau saat ini 4 Tersangka yang merupakan bagian dari pemilik tanah ulayat, 3 diantaranya ditahan di Polres Pasaman Barat sambil menunggu P21. Satu tersangka sedang dalam kondisi sakit, karena stress akan ancaman penjara atas aksi Bela Negara yang diikutinya.

"Padahal, Kasat Reskrim sudah mengkomunikasikan kepada anggota Tim Hukum, Arief Parhusip, pada pertemuan di ruangan Kasat Reskrim pada tanggal 3 Maret 2021 bahwa Polres tidak akan melakukan penahanan dan akan langsung melimpahkan berkas alat bukti dan Tersangka ke Kejaksaan bila masyarakat datang dengan sadar dan baik-baik, dan mereka bertiga datang sendiri. Namun sepertinya kebijakan tersebut berubah setelah adanya gugatan yang dilayangkan oleh tim kuasa hukum pada tanggal 8 Maret 2021. Tim Hukum akan meminta Penangguhan Penahanan ke Kapolres Pasaman Barat pada 12 Maret 2021" ujarnya tim advokasi DPP KNPI kepada awak media.

Tim advokasi mengatakan kepada awak media kalau KNPI melihat pada kasus ini polisi tajam ke bawah (masyarakat adat), dan tumpul ke atas (perusahaan). 

"Padahal sudah jelas IUP yang dibuat berdasarkan Izin Lokasi daluwarsa/verjaring, dan sesuai diktum keenam pada IUP tersebut, seharusnya izin tersebut sudah kadaluarsa dengan sendirinya pada 20 Mei 2012 karena tidak mempunyai HGU satu tahun sejak tanggal IUP diterbitkan (diktum keenam)" ujar salah satu advokasi 

"Namun faktanya LP mengenai pelanggaran hak di perkebunan serta pengaduan tentang pelanggaran Hutan Lindung dari warga malah di SP3 sedangkan LP dari Musim Mas group terhadap warga yang menuntut hak dan informasi tentang pelanggaran Hutan Lindung malah ditahan. Hal mana sangat bertentangan dengan misi Kapolri untuk pukul habis mafia tanah, dan hukum tidak lagi tumpul keatas tajam kebawah" ujarnya tim advokasi.

Hingga berita ini diunggah belum diperoleh keterangan terkait masalah ini dari pihak  PT Agro Wiratama dan PT Mutiara Agam. Wartawan kami terus berupaya untuk memperoleh keterangan atas masalah tanah ulayat ini dari kedua perusahaan tesebut.  (Red/Pdp)


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel